Rabu, 14 Agustus 2013

D.I.D


Pagi itu, seperti pagi-pagi sebelumnya, Andi terbangun karena alarm -yang telah diatur untuk membuat keributan- melakukan tugasnya dengan sempurna tepat pukul 6.  Sambil meregang malas, dia mencoba mengadaptasikan pupil matanya dengan cahaya mentari tersamar yang menerangi kamar tidur.  Sambil memicingkan mata, dia melihat ke arah jam dinding… sepertinya jam itu melakukan kesepakatan diam-diam dengan jam tangan dan ponsel miliknya karena ketiganya menunjukkan waktu yang sama.  Dia tahu saat itu pasti pukul 6 pagi, tapi seperti sebuah ritual tak tertulis tiap pagi setelah bangun tidur, melihat ke arah jam adalah sebuah insting terencana namun spontan dilakukan.  Dengan malas dia bangkit dari tempat tidurnya dan menuju ke ruang tengah, menuju dispenser air mineral.  Jalannya terhuyung dan ia merasakan sensasi pusing di kepala.  Andi menenggak dua gelas ukuran sedang, setelahnya dia meringis menahan mual.  Percayalah, air mineral terasa sangat pahit di pagi hari.  Namun dengan alasan 'demi kesehatan', setiap kita menandatangani kontrak tak tertulis yang berbunyi : Sebagian besar hal yang ada di bumi yang berguna demi kesehatan dan kebaikan adalah hal-hal yang bisa membuat kita mual, lemas, atau bahkan mati kebosanan.


Dengan menahan rasa mual, dia berjalan malas ke kamar mandi, melepaskan seluruh pakaiannya.  Ketika sedang membilas bagian lengan belakangnya, dia mengerang kecil.  Ada sensasi rasa sakit yang dirasakan.  Di lengan itu terdapat noda membiru –memar.  Seketika dia berlari keluar dari kamar mandi, tanpa mempedulikan fakta bahwa dia telanjang dan air sabun menetes membasahi seluruh permukaan lantai keramik yang dilewatinya, dia menuju kamar dan meraih telepon genggam.  Dia masuk ke menu Kotak Masuk Pesan, ada satu pesan tak terbaca, berasal dari seseorang yang bernama ‘Malaikat Cantik’.  Nama yang cukup aneh, tapi tidak untuknya karena itu adalah panggilan sayang yang dia tuliskan di buku telepon untuk pasangannya.

"Ya udah, kalo gitu sekarang istirahat ya, Sayang!  Besok pagi kan harus pergi ke dokter lagi.  Muach...."  Pesan itu tertulis diterima pukul 22.28 WIB.  Tak ada balasan untuk pesan itu.  Keluar dari menu Kotak Masuk Pesan, dia beralih menuju menu Daftar Panggilan.  Panggilan terakhir yang terdaftar adalah panggilan masuk dari pasangannya -si Malaikat Cantik- pukul 15.43 WIB.  Tak ada tanda-tanda panggilan keluar atau masuk dari telepon genggamnya setelah pukul 22.28 WIB sampai dengan pagi ini.  Dia menghembuskan nafas, sinyal terhadap perasaan lega dan tenang.

"Kau tahu, kau harus berhenti mencemaskan wanitamu itu."  Tiba-tiba sesosok pria muncul dari pintu kamar sambil menempelkan kantung es di dagunya.  Ada lebam disana, juga di pelipis kanan.
"Sialan, Corey, sejak kapan kau ada di rumah ini?"  jawab Andi sambil menarik selimut menutupi tubuh telanjangnya yang kurus.
"Ayolah, kita udah hidup bersama sejak kecil, aku sering melihatmu telanjang.  Sepertinya kau mabuk berat sampai-sampai tak ingat aku menginap disini semalam,"  jawab Corey.

Andi teringat malam sebelumnya saat dia nongkrong di sebuah kafe bersama kawan-kawannya sesama anggota sebuah klub motor.  Seperti kebiasaan pria yang menganggap diri macho dan keren, alkohol adalah minuman wajib untuk menemani malam mereka.  Meskipun begitu, dia tetap menyembunyikan alkohol dari pasangannya yang percaya bahwa jus apel adalah minuman favorit Andi.  Pria itu sangat mencintai pasangannya, hanya saja terkadang Malaikat Cantiknya itu terlalu cerewet dan melampaui batas toleransi saat Andi menghabiskan waktu bersama para sahabatnya -sesama pria.  Wanita itu tahu Andi akrab dengan alkohol sebelum dekat dengannya, namun Andi berhasil meyakinkan, tak ada lagi alkohol.  Satu lagi malam dengan kebohongan terhadap pasangan.

"Apa yang terjadi setelah di kafe?"  tanya Andi pada Corey.
"Kau terlalu mabuk, jadi aku memboncengmu kemari, rumah kita... setidaknya aku masih berharap kau mau menerimaku disini."
"Dengan segala masa lalumu, dan tujuan muliaku memulai sesuatu yang baru dalam hidupku?  Tak akan!  Aku mencintai wanita ini dan tak akan kubiarkan kau mengacaukannya."
"Kau tahu aku tak pernah dan tak akan menyakitinya."
"Dengan kebiasaanmu muncul tiba-tiba di hidupku?  Kurasa tidak.  Jadi apa yang terjadi setelah di kafe?"
"Aku memboncengmu pulang, saat di jalan kita berpapasan dengan dua orang pemuda yang ugal-ugalan dengan motor bisingnya."
"Ya, sepertinya aku ingat itu.  Dan kau selalu mencari masalah kan?!  Tak bisakah kau sekali saja menahan amarahmu?"
"Hei, apa maksudmu?  Mereka mencoba mencari gara-gara dengan menggeber dan menyerempet kita.  Jangan salahkan kalau aku memakinya.  Kurasa mereka anggota geng motor atau kriminal.  Kau tahu aku tak akan pernah mencari gara-gara duluan, meskipun aku tak akan tinggal diam saat seseorang macam-macam denganku."
"Kau sakit, Corey!  Dari dulu selalu begitu."
 

***
  
Malam sebelumnya, Andi dengan kepala pening dan pikiran melayang entah kemana akibat alkohol, sedang riding bersama Corey saat dua orang pemuda menggeber-geber motornya dan ugal-ugalan di dekat mereka.  Kedua pemuda itu sengaja mencari perkara dengan Andi.  Bagi preman-preman jalanan itu, pria mabuk yang berkeliaran di jalanan adalah sasaran empuk.  Corey yang memang temperamen langsung memaki dengan sebutan 'binatang menyalak'.  Salah seorang pemuda sepertinya tersinggung dan langsung balik memaki serta menendang motor mereka.

Corey dan Andi terkapar, lengan belakang Corey terasa sakit.  Seketika pria kurus namun berorot itu bangkit dan menantang kedua preman jalanan itu berduel.  Merasa menang jumlah dan berpikir mudah mengalahkan seorang pria mabuk, para pemuda itu dengan emosi dan percaya diri tinggi meladeni tantangan Corey.  Salah seorang dari mereka langsung melayangkan tinjunya ke wajah Corey dan mengenai pelipis kanan.  Corey tersungkur namun dengan sigap bangkit kembali dan menangkap kaki pemuda itu yang kini mencoba menendang perutnya.  Corey menghujamkan tendangannya sekuat tenaga ke lutut kaki yang lain.  Krak...!!!

"Aaah, dia mematahkan kakiku,"  teriak pemuda itu sambil tersungkur dan mengerang kesakitan di jalanan.

Pemuda lainnya berdiri terpaku menyaksikan rekannya tersungkur dengan bentuk kaki tak karuan.  Ia merasa ngeri sekaligus emosi.  Kesempatan ini digunakan Corey untuk menerjangnya dan mendaratkan pukulan tepat di mata kanan.  Pemuda itu sempoyongan.  Corey memukulinya dengan membabi buta, si pemuda benar-benar babak belur dibuatnya.  Namun dia masih sempat melayangkan satu pukulan yang mengenai dagu Corey.  Kombinasi adrenalin, emosi dan insting binatang Corey membuatnya tak merasakan sakit apapun dan terus menghujamkan tinjunya bertubi-tubi ke wajah si preman jalanan.  Pemuda itu akhirnya tersungkur tak sadarkan diri, wajahnya penuh lebam.  Corey bangkit dengan mata penuh amarah, nafasnya tersengal, dan tangan terkepal.  Dia melirik tajam ke arah pemuda lainnya yang masih menjerit kesakitan di aspal sambil memegangi lutut kakinya.  Perlahan dia menghampiri pemuda itu.

"Mau apa kau?  Pergi dariku, pergi!"  Sensasi dingin menjalar di punggung belakang pemuda itu, kengerian merambati syaraf-syaraf tengkuknya.  Sambil menahan nyeri yang sangat di lututnya, ia merangkak mencoba menjauh dan mencari keselamatan.


"Ya, teruslah merangkak seperti anjing sekarat!"  ucap Corey lirih sambil tersenyum sinis, seakan menikmati pemandangan mengerikan itu.  Dia mengusap buku-buku jarinya yang terluka akibat memukuli rekan si Kaki Patah.

Kepanikan melanda pemuda itu, dia terus merangkak menjauhi si pria brutal.  Tiba-tiba Corey telah berdiri mencegat jalannya.  Pemuda itu mendongak ngeri, kegelapan malam menyembunyikan wajah pria yang telah mematahkan kakinya.  Namun dari balik siluet, ia bisa melihat sorot tajam sepasang mata merah menyala menatap ke arahnya.  Sosok itu menyeringai dengan nafasnya yang berat.  Mata itu seperti mata iblis.  Sorot mata itu hanya dimiliki oleh pria yang telah banyak mengalami kekerasan di hidupnya.  Hawa dingin menyelimuti pemuda itu.

Buk...!!! Tanpa banyak bacot, tendangan Corey mendarat di wajah pemuda itu dan membuatnya tak sadarkan diri.

Andi melihat semua kejadian itu dengan ngeri.  "Sang iblis telah muncul kembali,"  pikirnya.  Lalu bayangan gelap menyelimuti dirinya, dia tak sadarkan diri.

***

Kebisingan alarm membangunkan Andi pagi harinya.

"Kau menjauh dariku!"  teriak Andi pada Corey.
"Menjauh?  Aku menyelamatkan bokongmu!  Bukan hanya sekali atau dua kali, aku selalu menyelamatkan hidupmu!  Kau seorang pecundang, Andi, dan kau tak akan bisa menyingkirkanku!"  Corey berbalik teriak dan geram,  "Aku selalu ada disampingmu sejak saat pertama lelaki itu memukul wajah kecilmu."
"Jangan membawa-bawa ayahku!"
"Ayahmu menjadikanmu pecundang!  Dia menyiksamu berkali-kali dan tak ada yang bisa kau lakukan.  Kau seorang pecundang!"
"Menjauh dariku, setan!"  Andi berteriak histeris dan menangis.
"Ya, menangislah, pecundang!  Menangislah seperti saat ayahmu menyiksamu dulu.  Dan tahukah kau...?!  Kau tak akan pernah bisa menyingkirkanku karena kita satu, kita sama.  Kau adalah aku, dan aku adalah kau.  Aku adalah produk dari neurosis dan derita yang kau pendam selama bertahun-tahun.  Ingatlah itu!"

"Tidak, aku berbeda denganmu.  Aku punya masa depan dan akan kusongsong masa depanku bersama seorang malaikat cantik yang akan selalu mendampingiku.  Dia akan selalu ada untukku.  Dia mengajarkanku tentang kasih sayang, dia memberiku cinta yang tidak kudapatkan dari orang tuaku di masa kecil.  Dan tak akan kubiarkan engkau merusaknya."
"Sadarlah, Saudaraku.  Kau tak perlu menyingkirkanku, aku selalu ada dan akan selalu ada untuk melindungimu.  Aku bisa melindungi kalian berdua seperti yang kulakukan selama ini.  Aku akan berdiam dalam dirimu, aku tak akan muncul saat kau merasa gembira dan bahagia.  Aku hanya akan muncul saat kau terpojok, saat kau berada di lubang terdalam.  Kau tak bisa menyingkirkanku karena kita adalah satu.  Bercerminlah dan kau akan melihat bahwa kita sama.  Seharusnya kita menjadi pria sejati, bukan pecundang."


Andi bangkit dan menuju ke cermin yang berada di dalam kamarnya.  Dia melihat pantulan dirinya di cermin : Seorang pria kurus namun berotot padat dan hanya berbalut selimut menutupi bagian perut ke bawah.  Pelipis kanannya terluka, dagunya lebam, buku-buku jarinya memar, lengan belakangnya membiru, dan dia menggenggam sekantung es.

"Ingatlah, aku adalah kau.  Kau adalah aku,"  bisik Corey kepada bayangan dirinya di cermin.


Wajah Andi memucat, dia menjauhi cermin.

Telepon genggam di atas tempat tidur berdering.  Sedikit shock, Andi mengangkat telepon itu dan menempelkan ke telinganya, suara lembut wanita terdengar di ujung lain.

"Halo, Sayang.  Udah bangun?  Udah mandi?  Kamu gak mau telat ke sesi psikoterapinya Dokter Sarlito kan?!



-TAMAT-


Inspirasi :

Multiple Personality Disorder / Alter Ego : Sebuah Anugerah atau Kutukan Neurosis? 

2 komentar:

  1. wuih blog baru lg ni bg? haha sukses deh. freess bgt artikelnya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Brother.
      Sekedar menulis sesuatu yang agak melawan mainstream tulisan yang ada selama ini.
      Nanti rencananya secara periodik akan ada kisah-kisah baru.

      Semoga bisa diterima dan gak bingung di ending-nya ya?!
      Makasih udah sempetin mampir.

      Hapus