Selasa, 04 Oktober 2016

Dunia Bipolar

Apa yang terjadi saat sebilah pisau beradu dengan kulit? Saat sebilah gunting mengiris tipis? Merahnya dunia tampak manis. Benarkah?

Dibalik merahnya, tersimpan racun cerita kehidupan. Dusta orang tua, keringat pelacur, mani pecundang, dosa pencuri... birahi. Membusuk... mengalir, membanjiri raga, meresap ke dalam relung nurani. Membuat dunia busuk seakan firdaus... semu.

Para belatung memandang sinis pada si Babi... Kotor, jijik, gendut, pendosa. Si Babi berkubang di lumpur surga duniawi, mencibir dan memandang rendah si Anjing.
Si Anjing menjulurkan lidahnya, memangsa para belatung. Si Anjing diperalat si Babi tanpa sadar. Kalian dimana?

Kau memandangku rendah, menilaiku nista, menganggapku hina. Kau dengan nilai-nilai moralitasmu, menghakimiku busuk. Kau dengan etikamu, pengadilan korup, sistem semu. Kau dengan dunia busukmu.

Goreskan sedikit bilah pisau di lenganmu, renungkan saat kemunafikan dunia mengalir keluar. Aroma dosa-dosamu menguap, masa lalumu tak pernah pergi. Perlahan bibirmu mengering, dahaga akan kenikmatan sejati. Bukan omong kosong, tak ada yang semu di duniaku.

Semua ada dalam kepalamu. Pejamkan mata, masuklah ke duniaku.

Akulah kegelapan, akulah asalmu... maka kembalilah padaku, anak-anakku! Akulah si kambing hitam atas kebobrokan nuraniku. Sisi gelapku yang akan memberimu cahaya, membuatmu lebih kuat.

Aku tak akan diam saat kau tak mampu menopang beban kehidupan penuh omong kosong ini. Memohonlah padaku akan kenikmatan duniawi sejati. Memohonlah saat ragamu haus akan birahi liar. Memohonlah untuk membebaskanmu dari pengkhianatan nurani. memohonlah untuk kegelapan sejati, dunia tanpa batas kemunafikan.

Memohonlah, Anjing!

Iman

Horor, teror, sadomasokis, psikosis,... neurosis. Tak ada yang lebih indah dari ini.

Kita mempertahankan jiwa kita mati-matian, padahal sesungguhnya kita hanya mempertahankannya untuk diambil oleh iblis dan kejahatan. Kita tak rela kehilangan jiwa kita, tanpa kita sadari kita justru menuju ke lembah kegelapan.

Menjunjung tinggi agama, meneriakkan nama Tuhan, namun berbuat laksana iblis. Yang mana Tuhanmu? Dimana Tuhanmu?

Terkadang fanatisme, cinta, dan kebencian hanya dibatasi oleh sehelai rambut.

Ironis?! Itulah imanmu.

Aku dan Manusia

Di sebuah tempat di antara amarah dan pemikiranku, aku hidup dan berbagi dengan legiun yang biasa disebut : Manusia.

Para prajurit ini memiliki emosi dan nurani yang teraduk-aduk. Mereka berjuang demi dunia yang lebih baik, namun tanpa mereka sadari, jiwa mereka telah kotor oleh tangan dan kemaluan mereka sendiri.

Bagaimana mungkin setan membangun surga? Bagaimana mungkin makhluk serendah manusia memperbaiki dunia?

Saat mereka menyerah dan pasrah, mereka cukup merasa bangga dan nyaman dengan "Dunia Normal" mereka : Dunia dimana mereka bisa makan enak, tidur nyenyak, berwisata, sementara yang lain merayap di jalanan kumuh, mengais sampah, melacurkan diri, menyebar penyakit, dan berjuang melalui teror terburuk sepanjang malam.

Mereka memaki para pejabat, turun ke jalanan atas nama idealisme dan perubahan... padahal mereka tak mampu menyelamatkan jiwa mereka sendiri yang tertindas.

MUNAFIK...!!!